Libur tlah tiba! Libur tlah tiba! Hore…Hore…Hore
Tiga hari yang melelahkan, sekaligus menyenangkan. Semua ini berawal dari hasrat berpetualang naik sepeda dengan si PiPi (sepeda & pacarku yang sangat setia). Setelah hari Kamis pergi ke Lembang via Dago, dua hari terakhir ini saya jalan-jalan keliling Bandung. Hari Jumatnya nge-goes sendiri, tapi hari ini bareng sama Ijal dan Nuri.
Sebenernya kemaren cuma niat nyepedah ke Sabuga, buat ikut pull up di sana, tapi kondisi lalu lintas Bandung yang lengang (karena libur Natal) bikin saya tertarik buat menjelajah si “Kota Kembang” ini.
Hmm… berhubung jalan-jalannya kemaren dan hari ini, saya gabungin aja dan ceritanya urut tempat aja ya!
Bandung Km. 0 (kilometer “nol”)
Klo di perjalanan antar kota kita sering melihat tugu yang menandakan Kota “X” 18 km, Kota “Y” 20 km, dan sebagainya, nah Bandung juga ternyata punya titik yang menjadi “Bandung 0 km”-nya. Tempat itu terletak di depan kantor Dinas Bina Marga Kota Bandung.
Kenapa di tempat ini? Konon di tempat inilah Daendels (Gubernur Hindia Belanda saat itu) menancapkan sebuah tongkat dan berkata kepada Bupati Bandung R.A.A. Wiranatakusumah II, “Klo ntar saya balik lagi ke tempat ini, ntar harus udah jadi kota ya! Ok bos?” (heheh,sebenernya ga gitu juga sih kata2nya, tapi intinya gitulah ya). Kenapa Daendels ngomong gitu? Soalnya dulu Kota Bandung masih hutan dan termasuk yang dilalui jalur Jalan Raya Pos (Postweg) dari Anyer-Panarukan yang dibangun Belanda untuk memperlancar arus komunikasi. Mungkin Bandung dirasa sangat strategis saat itu, jadinya wilayah ini cocok untuk dijadikan sebuah kota.
Di depan kantor tersebut juga ada monumen kendaraan pembangun jalan jaman dulu. Mungkin itu sebagai simbol “Bina Marga” yang membuka akses jalan untuk masyarakat. Nah, di tempat itu juga saya tergoda untuk foto di Jalan Asia Afrika! Jalan terpanjang di planet ini (dari Asia hingga Afrika loh! Hehe). Akhirnya setelah lampu merah menyala, saya buru-buru ke tengah jalan dan difoto. Hehehehe. Kapan lagi coba bisa kaya gini?
Karena lapar menyerang (soalnya belum sarapan, apalagi mandi!) kami langsung menuju ke jalan kecil depan Kimia Farma & kantor HU Pikiran Rakyat. Disana ada warung nasi kuning & bubur ayam, letaknya di antara Hotel Homann dan sebuah gedung tua peninggalan zaman kolonial. Nasi kuningnya enak! Tapi dengan harga Rp.8000, jadinya tergolong mahal.
Melewati gedung ini memori saya pun jadi kembali ke masa-masa SD. Dulu saya sering jalan-jalan ke tempat ini bareng temen-temen. Baca-baca di Perpustakaan Daerah Jawa Barat dan perpustakaan museum itu sendiri. “Ritual” itu saya lakukan sampai SMP. Sekarang sih perpusda-nya udah pindah.
Di sebelah barat museum KAA ada sungai Cikapundung. Lagi-lagi sungai ini adalah yang terpanjang di dunia (karena melewati Asia-Afrika. Hehe!). Sungai ini masih kotor, meskipun sudah banyak LSM-LSM yang berdiri untuk mengurusi sungai ini.
Di seberang sungai berdiri bangunan PLN Sumur Bandung. Sumur Bandung? Itu nama yang sama untuk jalan di depan SSC deket ITB (SSC Sumur Bandung). Tapi, tau ga kawan? Ternyata konon dulu di tempat gedung PLN itu berdiri, ada sumur keramat yang sering diziarahi warga Bandung. Dan, silahkan di-cek, sumur itu masih ada di dalem gedung (saya pernah baca dari buku sejarah Bandung).
Masjid Raya/Agung Bandung
Sepuluh tahun yang lalu, saya masih ingat betul, tiap solat Jumat di Masjid Agung pasti lalu lintas macet. Maklum, dulu ada jalan yang melintas antara Masjid Agung dan tamannya. Di atasnya sendiri ada jembatan penghubung bagi jemaah yang akan solat di sana. Saya dan teman-teman SD kadang-kadang solat di sana.
Sekarang Masjid Agungnya udah di renovasi, menaranya yang menjulang menjadi icon baru Kota Bandung, tapi yang saya rasakan, wilayah sekitar masjid jadi makin berantakan tak terawat. Taman di sana, walaupun besar, jadi kumuh. Jadi mirip tempat tinggal tuna wisma. Kondisi basement yang tak terurus pun bikin mual-mual. Wah, pokonya jauh banget deh dari ilustrasi masterplan pengembangan Masjid Agung yang pernah saya liat dulu. Dulu sih di gambar itu ceritanya air mancurnya nyala terus, lampu-lampunya nyala, tamannya bersih, banyak warga kota yang beraktivitas di situ, tertib, dsb. Tapi nyatanya?
Duh, semoga Bandung-ku kembali indah.
Dari Masjid Agung, kami menyempatkan diri foto-foto di Kantor Pos Pusat Bandung.
Dari situ kami menuju ke Jalan Braga via Jalan Alkateri (muter sih jalannya). Di sini banyak toko-toko, mulai dari toko gordyn, kacamata, sampai barang elektronik. Kayanya sih ini “Chinatown”-nya Bandung.
Bragaweg
Sebelum masuk ke jalan Braga, ada sebuah gedung bersejarah berdiri di seberangnya. Gedung itu sekarang dipakai sebagai kantor Bank Jabar. Tapi dulu, di tempat itu pernah ada kejadian heroik, yaitu dirobeknya bendera Belanda di puncak menara dan diganti dengan Sang Merah Putih.
Jalan Braga. Hmm gimana ya? Sekarang udah jadi terkenal pisan euy. Cuma suka agak miris aja liat kondisinya. Di satu sisi, pemkot Bandung gencar banget mempromosikan jalan ini, akibatnya banyak sekarang toko-toko berbau barat berdiri. Ampe toko tatto pun ada. Beda banget waktu jaman SD & SMP dulu (SD juga saya sering maen kesini). Tapi di sisi lain, ada masyarakat Braga yang seperti tersisihkan. Coba deh tengok gang-gang sempit di balik gedung-gedung tua itu…
Viaduct
Menurut free online dictionary, viaduct artinya: “A series of spans or arches used to carry a road or railroad over a wide valley or over other roads or railroads”. Ya, di viaduct ini terdapat jembatan kereta api yang melintasi sungai Cikapundung.
Di daerah ini juga ada Kantor Pusat PT. Kereta Api, yaitu di Gedung Indonesia Menggugat, di pojok daerah viaduct ini.
Ayo, yang baru tau kantor pusat KAI ada di Bandung siapa?Hehe.
Sebenernya saya juga baru tau pas Juli kemaren KP di Jakarta. Kan bulak balik naek kereta tuh. Saya mikirnya, perusahaan yang strategis gitu pasti pusatnya di Jakarta.
Tapi ya, sebenernya saya juga mikir harusnya ga semua “di ke-Jakarta-in“. Biar tiap daerah di Indonesia juga punya ciri khasnya masing-masing dan pembangunan bisa lebih merata juga klo kaya gitu.
Di daerah ini juga ada dua patung yang mempunyai makna yang dalam. Patung-patung ini adalah patung Tentara Pelajar. Masing-masing laki-laki dan perempuan. Mereka memanggul senapan sambil membawa buku di tangan kanan. Patung ini melambangkan para pelajar Indonesia yang turut berjuang saat perang kemerdekaan.
Entah mengapa, saat saya memandang patung tersebut tiba-tiba muncul lecutan buat diri sendiri:
“Dulu mereka hanya punya satu tangan buat belajar, dan tangan yang lain buat berperang, tapi masih bisa bikin kemajuan buat negeri ini. Sekarang tangan saya dua-duanya bebas buat belajar, bisakah saya memberi kemajuan yang lebih besar buat negeri ini?”
Gedung Pakuan
Rumah dinas orang no.1 di Jawa Barat. Dulu saya pernah wawancara dengan salah satu gubernur Jabar (saat itu). Nasehatnya sungguh inspiratif. Tapi tragis, sekarang beliau dipenjara.
Legiun Veteran
Sebenernya saya lewat sini Jumat kemaren. Dari Gedung Pakuan, belok ke kanan, ke Jalan Babakan Sirih (terusannya Jalan Aceh). Itu daerah “lama” juga. Ada vihara di situ, cuma ga sempet saya foto. Rumah-rumah Belandanya juga banyak.
Nah, setelah melewati Jembatan Cikapundung di jalan ini, saya melewati markas Legiun Veteran RI Kota Bandung. Ga tau kenapa, tiba-tiba saya memperlambat laju sepeda saya dan nengok ke halamannya. Terlihat tiga orang veteran (udah kakek-kakek) sepertinya sedang siap-siap untuk apel pagi. Salah seorang berjalan mondar-mandir seakan-akan menunggu orang lain atau sesuatu.
Tiba-tiba, terlintas lagi di pikiran saya, mungkinkah sang kakek kepikiran terus di benaknya:
“Hmmm… kami sudah semakin tua, siapa yang akan melanjutkan perjuangan kami?”
Bunderan Jam Abdul Rivai
Perjalanan hari ini diteruskan menembus arus 1 arah Jalan Cicendo (sori, sepeda anti tilang , bos!). Melewati pabrik pil kina, Novotel, Eiger, akhirnya kami berhenti di bunderan jam di Jalan Abdul Rivai. Saya baru tau nama tugu itu adalah “Jam Menara Ria Pembangunan”. Diresmikan oleh Ibu Nelly Adam Malik. Sayang, ternyata jamnya tidak berfungsi alias rusak. Fiuuh..tragis.
Taman Setiabudi
Akhir perjalanan wisata “Kota Tua” kami sebelum melanjutkan meng-gowes ke ciumbuleuit. Tamannya cukup terawat. Letaknya yang di depan McD Setiabudi itu loh…
Daerah Gedung Sate & Taman Lansia
Tamannya seger. Tapi masih banyak sampah. Ternyata kesadaran warga Bandung masih kurang.
Saya cukup senang melihat aktivitas warga Bandung di ini. Gemes juga sih liat balita yang jalan-jalan sambil disuapin ayahnya. Hehe. Eeeeugh.
Oia, dari perjalanan hari sebelumnya, saya juga sempet hunting-hunting foto:
Ok. Itulah cerita saya hari ini. Tentang kota yang saya cintai. Tempat kelahiran saya.
Wuih, c gani langsung update..Ngeunah sigana mun bandung aya free car day, sejuk pisan, tadi ge udah sejuk tapi karena cuaca abis hujan..Kerasa sejuk asri pisan pas di cieumbeuleuit deket bumi sangkuriang tea.. Pooll Abis!
iya jal,enak pisan nya!kudu ngasaan pas ka lembang
manstap, krennya bdg teh
@gita:iya dong got…kyny bandung salah satu kota ideal untuk ditempati di INdonesia,klo dr segi alamnya ya
mantap…..
waah, asiik juga tour-nya :Dsaya baru nyadar lhoo titik nol km Bandung ternyata di depan kantor dinas Bina Marga.. hhee
keren jalan jalan nya jadi teringat masa masa kecil dulu rindu pulang kebandung jadi nya ni yg taman deket Mcdonal emang keren ada sungai nya loh namanya cikalintu emang sejuk bandung sekarang dah gak begitu sejuk lagi makasih jalan jalan nya salam kenal