“Kokoh berpadu kebersamaan satu,
melatih diri tak lelah berkarya,
cita merdeka memakmurkan bangsa,
lantunkan jiwa kokohkan hati…”
Tempat ini pun rutin dipakai untuk latihandan pendidikan Wanadri.
Ya, dalam tiga hari berada di alam bebas ini terlihat karakter dan sifat asli masing-masing orang. Membuat fly sheet, bivak, memasak, bahkan mobilisasi di dalam hutan, secara tidak langsung menjadi media untuk membuktikan kemampuan seseorang dalam beradaptasi dengan alam.
Dalam kegiatan outdoor ini, semua peserta yang tadinya dibagi dalam 6 kelompok besar, diperkecil lagi menjadi regu yang beranggotakan 5 orang. Lima orang inilah yang tidur bersama dalam satu fly sheet. Namun di hari terakhir, kami akan bermalam masing-masing di sebuah bivak yang dibangun dari 1 ponco. Tapi skenario ini akhirnya dibatalkan karena hujan lebat di tengah malam, dan akhirnya semua peserta tidur di barak tentara.
Malam pertama, malam Jumat, kami diberi materi tentang wawasan kebangsaan oleh Wadanpusdikpassus Letkol Djoko Ando di sebuah ruangan mirip hangar. Untuk menuju tempat itu, kami berjalan dari tenda masing-masing di tengah gelapnya hutan Situ Lembang. Pa Djoko ini, menurut saya termasuk salah satu tentara yang cerdas dan open minded. Ternyata beliaulah salah seorang penggagas program Latihan Kepemimpinan ITB-Kodam Siliwangi saat masih bertugas di Kodam Siliwangi.
Hari berikutnya, kami melakukan olahraga pagi ke kawasan danaunya…
SUBHANALLAH….LUAR BIASA…
Jadi ieu Situ Lembang teh…
Terhampar danau yang masih bersih, asri, dan jernih airnya di dataran tinggi Jawa Barat yang dikelilingi gunung-gunung. Hutan-hutan yang mengapitnya masih hijau lebat. Di bagian hilir berdiri kokoh tanggul yang menahan aliran air dari situ ini. Dari sisi lain situ, nun di kejauhan tampak pondok-pondok sederhana barak militer dan ruangan kelas Kopassus. Di daerah hilir , kabut putih terbentuk perlahan-lahan dari permukaan danau. Jika kita melihat sekeliling dalam 360 derajat akan terasa seolah-olah kita berdiri di pinggir danau yang tidak memiliki akses masuk karena betul-betul dikelilingi gunung.
Setelah berolahraga pagi, kami masuk Biology Class dan diberi penjelasan tentang tanaman-tanaman yang bermanfaat di Situ Lembang ini. Pemateri adalah anggota-anggota Wanadri. Seru juga kelas ini, suasananya apalagi, di sebuah tempat semacam amphitheater terbuka.
Sore harinya, kembali ada inspired story dari mantan Kapuspen TNI yang juga seorang tokoh masyarakat Jawa Barat, Mayjen Purn. Ajat Sudrajat. Sama seperti Kang Emil, beliau menekankan pentingnya networking dalam hidup ini. Salah satu cara untuk memulai perluasan networking kita adalah dengan mencetak kartu nama. Dari sekian ratus kartu nama yang kita sebarkan, bukan tidak mungkin ada beberapa yang “kecantol” dan nantinya akan membantu kita dalam meraih sukses di masa datang.
Malam harinya, kami kembali diberi materi di ruangan hangar. Saat itu hujan lebat semenjak sore hari belum berhenti. Sepatu hancur, jas hujan rembes, dan baju pun basah kuyup. Di tengah malam yang anginnya besar pula. Tapi setidaknya motivasi dari Abah Iwan (Iwan Abdulrachman) memberi sedikit kehangatan untuk kami. Seperti biasa beliau bercerita tentang pengalaman-pengalaman hidupnya yang banyak. Saya baru tahu kalau beliau adalah warga sipil yang pernah menjadi tentara komando. Nah, bingung kan? Saya juga bingung, tapi semua pengalaman beliau itu berawal dari keanggotaannya di Wanadri.
Malam itu, Abah membawakan beberapa lagu untuk kami. Burung Camar, Balada Seorang Prajurit, Mentari, dan…. (waduh saya lupa lagi). Yang pasti, malam itu nasionalisme kami dibakar. Cinta tanah air cinta lingkungan.
Keesokan harinya, waktunya kami berpisah. Ya, perjalanan Pelatihan Kepemimpinan Putra Sunda 8 ini berakhir pada tanggal 13 November 2010.
————
Jika ditanya, dapat apa saya dari pelatihan kepemimpinan ini, jawabnya:
- Saya dapat teman-teman baru dari berbagai background yang akan menjadi link yang potensial untuk masa depan saya.
- Saya mulai memahami hidup dengan alam. Jangan pernah takut untuk berada di hutan, kitalah sang pemimpin di dunia ini. Jadilah pemimpin yang baik, manusia yang mencintai lingkungan.
- Semangat untuk belajar hal-hal baru.
- Semangat untuk menambah kawan-kawan baru.
- Semangat untuk berbagi semangat kepada orang lain. Ada stereotip yang dikatakan Pa Indra Perwira: Orang Sunda mahir memotivasi orang, tapi sendirinya ga bisa maju. Tinggal mematahkan penggalan terakhir stereotip itu.
- Akhirnya saya mendapatkan kejelasan tentang Nasionalisme dan Kesundaan (sebelumnya, kejelasan tentang Nasionalisme dan Keislaman saya dapatkan di NLYC 2010). Intinya bagi saya kedua persepsi itu bukanlah masalah yang harus diperdebatkan lagi. Karena ada sebagian orang yang menganggap bahwa Indonesia dengan ideologi Pancasila-nya adalah salah, yang betul adalah ideologi Islam. Lalu ada juga orang yang menganggap falsafah Kesundaan lah yang seharusnya dipegang, bukan Pancasila. Dan orang yang lain lagi menganggap pendapat seperti itu adalah chauvinis. Bukan. Dalam Al-Quran juga sebenarnya tidak ada ideologi Islam. Islam adalah rahmatan lil-alamin, way of life. Sekarang jika ada orang-orang yang mengatasnamakan muslim ingin mengubah ideologi negara menjadi negara Islam, negara Islam manakah yang akan mereka tiru? Tidak ada negara berpenduduk muslim yang semaju Indonesia menurut saya. Arab Saudi? Ekonomi sih oke, tapi harga diri untuk memperjuangkan kemerdekaannya tidak ada. Lalu tentang Nasionalisme dan Kesundaan. Mengembangkan kebudayaan Sunda, bangga sebagai orang Sunda, merupakan kebanggaan menjadi rakyat Indonesia. Indonesia kaya akan budayanya yang beraneka ragam. Saat kita akan memperkaya diri, apakah salah? Sudah sepatutnya seluruh suku bangsa di Indonesia melestarikan budayanya masing-masing dengan tetap menjunjung tinggi persatuan Bangsa.
- I know what should I do. Saya pernah mengucapkan sebuah prasetya. Salah satu isi didalamnya adalah “…dan dimanapun berada, memberikan karya terbaik bagi masyarakat, bangsa, negara, dan dunia.” Selintas, kata-kata tersebut sangat keren. Pemuda banget. Tapi jika diperhatikan mendetail, kata-kata itu berat di makna dan aplikasi. Jangan-jangan hanya berakhir sebgai jargon. Dari PKPS 8 ini saya mulai mengerti bagaimana mengaplikasikan sumpah tersebut. Bagi saya, saat mengingat kata-kata tebal berwarna oranye di atas, yang tergambar adalah 2 kata terakhir. Bagaimana caranya memberikan yang “wah” pada negara dan dunia. Karena disitulah objek dengan bobot yang paling besar dalam suatu karya. Tapi setelah 6 hari di Pusdikbekang dan Situ Lembang, saya terinspirasi untuk melakukannya secara berurutan. Dari Kang Emil dan beberapa lainnya yang memiliki motto hidup: “Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi sesamanya,”Saya mendapat inspirasi itu. Untuk memberikan karya terbaik, harus kita mulai dari lingkungan yang betul-betul di sekeliling kita. Saya terbayang melakukan sebuah program kecil-kecilan di RW saya. Percuma sekolah tinggi-tinggi tapi masyarakat di sekitar tidak dipedulikan. Lebih jauh lagi, “…memberikan yang terbaik bagi masyarakat…”, bagi saya ‘masyarakat’ tersebut mengacu kepada warga Bandung dan masyarakat Jawa Barat. Setelah PKPS 8 ini pun saya jadi terinspirasi (lagi) untuk menjadi walikota Bandung suatu saat nanti. Doakan saya ya, semoga nanti Bandung akan menjadi lebih baik lagi. (Baca artikel tentang Bandung: Dari Deception Point ke Bandung Utara,Tour de Bandung, An Idea: Bandung Green Belt Project)
PKPS 8 pun telah usai, penutupannya dilaksanakan di tempat kebanggaan rakyat Jawa Barat, Gedung Sate. Semoga alumni PKPS 8 ini bisa memberikan karya terbaik bagi lingkungannya dan masyarakat di sekitarnya, masyarakat Jawa Barat.
PKPS 8… Hurip Sunda!
bagian outdoor memang bagian yang paling menarik kang hehe..oh iya kalo sesepedaan lagi ajak2 yaa 😀
iya dit,emang mantap pisan…trus,kapan lagi coba bisa masuk situ lembang.Jadi pengen ikut Wanadri euy..heuheu