Maukah Kau Menjadi Ainun-Ku?

Banyak kisah cinta yang mengharukan yang sering kita dengar. Mulai dari Romeo & Juliet, Gumiho & Cha Dae Woong, hingga Fitri dan Farel. Kisah cinta mereka memengaruhi emosi kita bahkan menginspirasi kita untuk berbuat yang sama terhadap orang yang kita cintai dan sayangi. Namun tentunya kisah kasih sayang yang patut kita contoh adalah yang dilakukan Rasulullah SAW. Dan menurut saya, di Indonesia kisah cinta antara Pa Habibie dan Bu Ainun adalah salah satu yang mendekati dan bisa dijadikan referensi.

Ya, setelah membaca kisah Pa Habibie dan Bu Ainun (dalam buku Habibie & Ainun), saya merasa telah mengikuti kisah cinta yang “murni, suci, sejati, sempurna dan abadi” (kata-kata ini berulang kali dituliskan Pa Habibie dalam bukunya). Buku ini menceritakan kisah bagaimana sebuah keluarga religius yang mengabdi pada bangsa dan negaranya bertahan dari setiap cobaan dengan saling mendukung dengan kasih sayang yang tulus dan ikhlas (Pa Habibie seorang achiever dan Bu Ainun pengayom dan istri yang solehah). Saya memang belum pernah membaca secara lengkap buku-buku tentang B.J. Habibie sebelumnya, tapi dari buku ini juga beliau bercerita tentang perjalanan hidupnya dan dibalik semua kesuksesan beliau, ada seorang wanita. Wanita itulah yang bernama dr. Hasri Ainun Habibie.

Sebenarnya saya pernah berhipotesis, semua pemimpin yang ada di negeri ini (bahkan di seluruh dunia), yang sukses pastilah yang keluarganya aman tentram. Coba perhatikan beberapa tokoh nasional dan internasional yang pernah mengalami “perceraian”, bisa dipastikan kariernya pun berantakan. Kisah Pa Habibie dan Bu Ainun dalam buku ini diceritakan cukup detail, karena memang buku ini adalah terapi beliau untuk menghilangkan kesedihan selepas Bu Ainun pergi. Di buku ini memang terbukti, bagaimana cinta yang berlandaskan cinta kepada Allah SWT diimplementasikan. Yang bahkan sebenarnya saya juga belum mengerti bagaimana kita cinta kepada makhluk tapi tetap mengutamakan cinta kepada Sang Khalik. Soalnya kadang hati yang labil ini sekali “jatuh” kepada seseorang, pasti susah untuk mengklaim bahwa hati ini hanya milik Sang Pencipta. Tapi Pa Habibie, dalam kisahnya, memperlihatkan cinta tersebut dan kisah cintanya itu tidak KAKU, mirip sinetron. Benar-benar…wahh…

Banyak poin yang saya dapatkan dari kisah ini. Mencari pasangan hidup, bukan sekedar mencari kecocokan antara “aku dan kamu” tapi juga memikirkan “bagaimana anak-anakku nantinya jika aku denganmu.” Tidak berlebihan rasanya saat dulu salah satu dosen PPKn saya mengatakan, pembentukan bangsa yang baik dimulai dari pembentukan keturunan yang baik. Artinya, yang bisa mendidik dan membesarkan anak-anak kita itu harus seorang wanita yang baik. Bukan sempurna, tapi baik. Bukan angka 10, tapi angka 9. Karena angka sembilan adalah nilai (dari skala 10) yang bagus tapi tetap menyisakan sisa 1 poin untuk terus dikejar dan diusahakan agar menjadi nilai yang sempurna (ini kata teh Adenita).

Selain itu, saya juga setuju dengan apa yang dilakukan Pa Habibie untuk mendapatkan Bu Ainun. Di awal kisah, saat Pa Habibie diejek karena tidak mungkin “jadian” dengan Bu Ainun, beliau menjawab:

“Terima kasih atas pandangan dan pendapat kalian. Saya percaya bahwa takdir seseorang ditentukan oleh Allah SWT. Jikalau memang Ainun ditakdirkan untuk saya dan saya untuk Ainun, maka apapun kalian katakan, Ainun Insya Allah akan menjadi isteri saya dan saya menjadi suami Ainun. Lihat saja nanti!”

Pernyataan itu mengibaratkan semangat juang seseorang untuk mendapatkan seseorang. Saya setuju soalnya: nikah sebaiknya kan dengan pasangan yang baik, nikah itu ibadah, makanya kita harus berjuang mendapatkan yang baik itu. Solat aja ngga perlu memberikan shaf terdepan kita pada orang lain. Nikah juga dong. Nah, karena dicontohkan sama Pa Habibie juga, makanya ibarat misil sidewinder yang mengejar panas pesawat, melihat calon yang potensial pun harus dikejar juga.

Di buku ini juga kita dapat menemukan kisah-kisah lainnya yang jarang kita tahu. Seperti misalnya, Pa Habibie itu pengguna prinsip “engineering for life”. Permasalahan hidup sedapat mungkin selalu beliau dekati dengan pendekatan engineer. Makanya saat awal reformasi dulu beliau banyak dihujat karena kebijakannya yang tidak populer, tapi pada akhirnya solutif.

Hmm…untuk bukunya sendiri, boleh dibilang editannya amburadul. Heheh. Tapi ada sisi baiknya juga sih. Saya jadi benar-benar merasa membaca curhatan Pa Habibie dan karakter-karakter beliau cukup tersirat dari gaya penulisannya.

Overall, buku ini menambah referensi saya sebagai guidance menuju kehidupan baru yang entah kapan akan terlaksana. Jadi saya tahu, jika tiba-tiba HUD* saya mendeteksi panas, saya akan mengunci target dan meluncur sebagai AIM-9 Sidewinder**, lalu berkata:

Maukah kau menjadi Ainun-ku?

😉

Semoga Allah SWT memberikan tempat yang terbaik bagi Bu Ainun. Amiin.

Catatan:
*HUD=Head up Display, layar elektronik yang berisi informasi-informasi penerbangan yang terintegrasi di pesawat tempur
**Salah satu jenis misil dengan sensor pencari panas. Pernah dipakai oleh skuadron F-16 kita (Indonesia)

10 Comments on "Maukah Kau Menjadi Ainun-Ku?"


  1. akhirnya beli juga nih,, mantap.jadi makin terinspirasi dong?? ko pake sidewinder?? mending tomahawk ,, biar dia cari panas sendiri,, heu

    Reply

  2. Wah, rekomendasi buku akhir taun nih gan.. Kudu beuli ah, jgn jd peminjam, hehe. Setuju dgn pernyataan : melahirkan generasi yg baik diawali dr menjemput istri solehah.. Amin. Btw, urng rada teu ngarti kana istilah militer di tulisan ieu, eta istilah-na pa habibie?

    Reply

  3. @K'Mahmuy:Tomahawk mah bukannya harus diarahin pake infrared dulu kang? Jadi harus ada orang yang ngarahin bukan sih?Tapi sebenernya bagusan rudal \”Patriot\” kang, lebih responsif. Sekalinya ada yang 'potensial', langsung 'hajar'!! (kan misil yg nge-intercept misil):D@Ijal:Iya jal, beli sok.Pernyataan itu pernah disebut2 sama dosen PPKn saya. Tapi sebenernya ada lanjutannya lagi sih, tapi ga penting.Haha.Yang istilah senjata mah pengetahuan pribadi.Saya seneng mengamati militer soalnya. Oia, btw kalau mau berkontribusi buat pengembangan pertahanan & keamanan Indonesia, coba gabung di:TANDEF Kamu bakal melihat militer dari sudut pandang berbeda.@Yosay:Oh,yang dari film bukan?Boleh2.Mau dong..

    Reply

  4. nice.. apaplagi quote ini “Terima kasih atas pandangan dan pendapat kalian. Saya percaya bahwa takdir seseorang ditentukan oleh Allah SWT. Jikalau memang Ainun ditakdirkan untuk saya dan saya untuk Ainun, maka apapun kalian katakan, Ainun Insya Allah akan menjadi isteri saya dan saya menjadi suami Ainun. Lihat saja nanti!”hahaha… mantap ghan!!

    Reply

  5. @Addifa:Nah, itu dif, poin yang 'cukup' penting…Klo merasa udah menemukan calon yang 'mantap' harus dikejar sampe titik keringat penghabisan…selama belum dilamar orang…

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *