Vacuum Preloading vs Conventional Embankment Preloading: My First National Paper

Ini adalah pengalaman pertama saya menelurkan sebuah paper berskala nasional. Paper ini merupakan kelanjutan dari hasil penelitian tugas akhir saya di Program Studi Teknik Sipil ITB. Paper yang saya submit dalam Konferensi Geoteknik Indonesia (KOGEI) IX dan Pertemuan Ilmiah Tahunan XV Himpunan Ahli Teknik Tanah Indonesia (HATTI) ini berjudul “Vacuum Preloading Versus Conventional Embankment Preloading for Accelerating Consolidation Process: A Comparison Study from Analysis of Full Scale Test.”

My First National Paper
Paper ini menjelaskan tentang perbandingan performa proses konsolidasi dengan PVD yang menggunakan beban vakum, dibandingkan dengan PVD yang menggunakan beban timbunan biasa, yang ditinjau dari segi kecepatan konsolidasinya. Menurut panitia seluruh paper yang ada dalam prosiding KOGEI dan PIT kemarin akan di upload di website HATTI. Mungkin setelah proses uploadnya selesai, nanti akan saya sertakan tautannya di artikel ini.
Saya termasuk salah satu pembicara yang banyak menerima pertanyaan saat sesi diskusi setelah paper ini dipresentasikan. Faktor adanya kelonggaran waktu kemungkinan berpengaruh juga, karena dari alokasi 4 pembicara yang harusnya presentasi pada sesi ini, ternyata hanya 2 orang pembicara yang tampil. Berhubung ada beberapa pertanyaan yang sempat selalu terpikirkan oleh saya, saya ingin membahasnya kembali di artikel ini. Termasuk beberapa pertanyaan yang sering atau pernah dilontarkan teman-teman satu almamater mengenai tema tugas akhir saya ini.

Frequently Asked Question (FAQ) about My “Vacuum” Paper
1. Seberapa besar tekanan vakum dapat menggantikan beban timbunan pada proses konsolidasi biasa?
Sebagai contoh, tekanan vakum yang tercatat dalam proyek yang datanya saya gunakan untuk paper ini, dapat mencapai -90 kPa. Tekanan -90 kPa itu ekivalen dengan beban timbunan sebesar 90 kN/m2. Jika kita mengasumsikan tanah timbunan memiliki berat volume 18 kN/m3, maka beban sebesar 90 kN/m2 itu setara dengan tanah timbunan dengan tinggi 5 meter.
2. Berapa tekanan negatif maksimal yang bisa diaplikasikan pada proses konsolidasi vakum? Bisakah tak terbatas?
Perlu kita ketahui bahwa di alam semesta ini ada yang disebut tekanan absolut nol (zero absolute pressure). Tekanan nol tersebut merupakan batas terbawah tekanan yang terjadi di alam semesta ini, contohnya yang terdapat di luar angkasa (dimana tidak terdapat tekanan atmosfer). Nilai -90 kPa, -60 kPa, atau nilai negatif pressure lain yang dihasilkan dari generator vakum, hanyalah sebatas “bacaan” belaka. Inilah yang disebut nilai tekanan alat. Arti sesungguhnya dari (contoh) -90 kPa adalah: alat/instrumen tersebut telah mencatat penurunan tekanan atmosfer sebanyak 90 kPa pada area tersebut. Artinya, jika kita berada di daerah pantai yang tekanannya 1 atm ( 101,325 kPa), dengan generator -90 kPa, kita telah menurunkan tekanan atmosfer menjadi 101,325 – 90 = 11,325 kPa di daerah tersebut.
Oleh karena itu, jika terdapat mesin/generator vakum yang ideal pun, ia hanya dapat menghasilkan tekanan negatif hingga -101,325 kPa. Atau sebanyak minus tekanan atmosfer di daerah tersebut. Misalnya jika kita berada di gunung yang tekanan atmosfernya 0,95 atm. Maka tekanan vakum yang bisa dihasilkan (maksimum) adalah -0,95 atm.
Bagaimana jika kita berhasil membuat tekanan negatif melebihi minus tekanan atmosfer (misal -110 kPa) ? Itu artinya kita sudah berhasil membuat “black hole” 😀

Ilustrasi mengenai tekanan absolut
3. Mengapa Vacuum Preloading atau “Pembebanan Vakum” bisa mempercepat proses konsolidasi dengan PVD? Padahal jika beban vakum adalah ekivalen dengan beban timbunan dan dalam desain PVD kecepatan konsolidasi itu hanya bergantung pada besar spasi, seharusnya waktu selesainya konsolidasi akan sama.
Yap, betul, kecepatan konsolidasi ditentukan oleh besarnya spasi PVD yang ditanam. Sedangkan beban yang diberikan hanya akan berpengaruh pada besarnya penurunan dan gain strength nantinya.
Khusus untuk vacuum preloading, metode ini memberikan efek terhadap berubahnya properti tanah, yaitu koefisien permeabilitas. Dengan vakum preloading, k tanah akan meningkat. Itulah yang menyebabkan konsolidasi dengan metode ini semakin cepat.
(Catatan: Dalam diskusi saat sesi presentasi paper ini, salah satu pakar geoteknik, Pak Gouw Tjie Liong menyanggah kesimpulan terakhir yang saya lampirkan di slide presentasi. Ini terjadi karena mis-komunikasi atau mis-interpretasi dari slide yang saya buat. Beliau menyangka saya menyimpulkan bahwa metode vakum mempercepat proses konsolidasi karena menaikkan permeabilitas smear zone (ks) yang dibuktikan dari hasil tes “permeabilitas smear zone” yang kami lakukan, karena saat di slide saya menampilkan tabel perbandingan k sebelum dan sesudah proses vacuum preloading. Padahal itu hanya nilai k tanah. )
Slide saya yang mengundang “kontroversi”

Dalam kasus mis-komunikasi ini, ada pelajaran yang saya dapat: yang pertama, pengorganisasian dan penyampaian ide dalam presentasi itu sangat penting; yang kedua, apa yang kita sampaikan di slide harus “senada” dan “sealur” dengan apa yang kita tulis di dalam paper. Jadi sebenarnya di dalam paper yang telah dicetak, urutan penyampaian ide mengenai fenomena ini sudah saya tulis dengan baik. Namun, urutannya berbeda saat ditampilkan di slide.
Potongan tulisan dari paper utama

Salah satu kesimpulan dalam paper saya, dimana di versi slide-nya kesimpulan ini mengundang perdebatan, karena ada miskomunikasi/misinterpretasi


dan, kesalahan saya adalah…saya baru “ngeuh” kalau ada miskom itu saat sudah meninggalkan podium *doooh*

lanjut, kembali ke FAQ:

4. Di sini Anda membandingkan data dari full scale test (PVD-Vacuum) dengan data hasil pemodelan (PVD-Embankment), itu adalah sesuatu yang tidak fair…
Tanggapan:
Sebelumnya saya ingin menampilkan sebuah quote dari teman saya (Awlia Kharis),
When a scientist thinks of something, he asks: Why??
When an engineer thinks of something, he asks: Why not??
Sejujurnya studi tentang perbandingan metode percepatan konsolidasi dengan PVD ini berawal dari pertanyaan “Why” (scientist mode: on). Banyak vendor-vendor dan buku-buku mengatakan bahwa metode vakum lebih cepat daripada metode PVD biasa. Pak Andri Nugroho (co-pembimbing saya) waktu itu memberikan tema ini karena ingin tahu “kenapa” dan “seberapa besar” ?
Akhirnya ada sebuah konsultan & kontraktor soil improvement (Pak Hartanto Legowo & Bu Amelia Makmur – PT.Geostructure Dynamics) yang bersedia berbagi data tentang penelitian full scale vacuum preloading testnya.
Jika saya ingin melakukan sebuah penelitian yang “fair”, tentunya saya harus melakukan full scale test juga dengan metode timbunan. Di sinilah timbul boundary condition dalam sebuah studi/penelitian. Apakah saya harus menunggu kucuran dana lebih dari 200 juta dulu untuk melakukan studi ini?
Salah seorang senior saya di Lab. Mekanika Tanah ITB, Dayu Apoji, pernah mengatakan bahwa kita mempunyai banyak tools untuk melakukan penelitian. Salah satunya adalah dengan adanya software-software licensed yang dimiliki lab kami. Tools/modal tersebut tentunya harus dimanfaatkan dengan optimal. Oleh karena itulah, demi menjawab aspek “Why” tersebut, kami tetap menggunakan pemodelan sebagai pembanding. Semua metode pemodelan pun sudah battle proven. Artinya, langkah-langkah yang kami gunakan dalam penelitian dapat dipertanggungjawabkan karena memiliki referensi-referensi dari penelitian sebelumnya.
Tidak fair bukan berarti tidak berguna.
Sekian dulu FAQ dari saya. Jika ada yang ingin berdiskusi lebih lanjut, mohon isi bagian comment nya 🙂
Epilog
Dari pengalaman mengikuti Konferensi HATTI ini saya mendapatkan banyak pengalaman berharga. Menurut saya semua mahasiswa (khususnya Teknik Sipil) perlu mengikuti acara-acara konferensi profesional semacam ini. Ini perlu untuk menumbuhkan sense kompetisi dalam berkarya dan berinovasi dan juga melatih kemampuan menuangkan ide dalam karya tulis ilmiah (berupa paper/makalah).
Bagi saya sendiri, sejujurnya, saya terinspirasi oleh Bang Dayu* yang telah membuat beberapa paper. Itu adalah sebuah pembuktian dari kata-kata. Banyak orang yang bisa berargumen, pintar dalam mengikuti ujian-ujian mata kuliah, IP nya tinggi, tapi tidak bisa “menulis”. Selain itu saya juga ingin membuktikan bahwa mahasiswa S1 Teknik Sipil ITB bisa membuat paper dari tugas akhirnya. Karena, banyak, menurut saya, TA teman-teman Teknik Sipil ITB yang berkualitas tapi akhirnya hanya teronggok menjadi tumpukan buku-buku berdebu di Perpustakaan Pusat ITB. Mungkin ini juga bisa jadi masukan untuk pihak fakultas/prodi Teknik Sipil agar mewajibkan “mem-paper-kan” TA. Hal ini setahu saya, sudah dilakukan di beberapa prodi lain di ITB.
Juga, saya ingin menunjukkan salah satu filosofi penelitian: melanjutkan pekerjaan sebelumnya, menyimpulkan sesuatu, dan menghasilkan sesuatu untuk diteruskan.
Dan, terakhir, saya ingin berkontribusi dalam bidang akademik sebelum going abroad tahun depan. Insya Allah 🙂
Semoga artikel dan paper saya ini membantu dalam menyediakan referensi tentang konsolidasi vakum/vacuum preloading juga menginspirasi untuk membuat paper.


The name tag

Saat presentasi makalah

Bersama Bang Dayu (SI’04)

Bersama HATTI-ers ’06: Bu Anggi (T.Y. Lin) & Pak Yuamar (PT. Zifa Engineering) 😀

*) Sebenernya ada tambahan lain, temen saya, Ninis udah pernah presentasi di HAKI. Itu salah satu pemicu saya juga biar ‘ga kalah’ (positive competition) hehe 😀

3 Comments on "Vacuum Preloading vs Conventional Embankment Preloading: My First National Paper"


  1. good job ghan, excellent..!!honestly i'm inspired with ur paper, how u wrote the paper,how u present your paper in national conference, n how u discussed with one of expert.heheoke ghan, i hope i'll be there like u to present a paper… n we will become expert geotechnical engineer..thanks ya ghan,,, many ways to rome,,, your path is tokyo, n mine is mine…hehe…just do our best, being our best, and enjoy our passion…good luck…*btw, thanks for the photo… kok, fot yg terakhir ga diupload…bersama sang pakar..?hehe-Yuamar,, Geotechnical Engineer

    Reply

  2. Selamat malam, saya salah satu mahasiswa di Indonesia. saya sedang menulis tugas akhir geoteknik layaknya agan ini. saya juga membandingkan preloading dgn PVD dan vacuum dgn PVD, namun saya dari segi biaya material. Kira2 agan boleh dong minta referensi teori untuk metode preloading dan vacuumnya, supaya tugas akhir saya lancar jaya.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *