The True North (Part 2)

Saat ini, setidaknya sejak tahun lalu, banyak orang mengalami ujian yang hampir sama. Ada yang keluarganya sakit, dan ada pula yang ditakdirkan untuk ditinggalkan orang-orang terdekatnya. Berbicara tentang kematian, pada akhirnya kita yang masih hidup pun akan mengalami hal yang sama. Dipanggilnya orang-orang terdekat kita seharusnya bisa menjadi pengingat bagi diri kita sendiri apakah kita sudah siap untuk dipanggil Yang Maha Kuasa? Akankah saat kita meninggal nanti, keluarga kita atau teman-teman kita masih ingat kepada kita dan selalu mendoakan kita? Saya rasa tidak ada seorang pun yang bisa menjamin. Tidak ada jaminan sahabat yang meskipun sangat dekat di dunia, akan bisa terus-terusan mengingat dan mendoakan sahabatnya yang telah meninggal duluan. Bahkan, kalau saya tanya kepada diri saya sendiri, saya kadang lalai untuk mendoakan sahabat dan saudara yang telah pergi mendahului. Jadi beruntunglah orang yang bisa mendidik anaknya sehingga bisa memahami agama dengan baik, sehingga jikalau dipanggil lebih awal, masih ada tabungan amal jariyah dari doa anak yang akan mengalir ke orang tuanya, Insya Allah. Jadi inget film Coco ya. Memang, hikmah Allah itu muncul dari mana saja, termasuk dari film.

Kita belum tahu bagaimana rasanya masa setelah mati, saat sudah berada di alam kubur. Tapi Allah menjanjikan ada yang bisa jadikan teman untuk menemani kita. Itu adalah Al-Quran, our “true north.” Bahkan ada surat yang punya keutamaan ini, yaitu surat Al-Mulk. Barangsiapa yang membaca surat tersebut, insya Allah surat tersebut akan menemani kita di alam kubur. Al-Quran memang sangat spesial bagi umat manusia. Ini bukan hanya sekedar buku, tapi betul-betul petunjuk hidup kita. Setidaknya, butuh lebih dari 20 tahun bagi saya (dihitung setelah saya tamat Iqro) untuk bisa merasakan dan menerima ilmu tentang betapa spesialnya Al-Quran ini. Ia merupakan lapisan-lapisan rahasia yang perlu kita ungkap makna dan manfaatnya bagi hidup kita. Kita yang pernah membacanya, tahu bahwa banyak kisah-kisah nabi dan rasul yang diceritakan di Al-Quran. Pernahkah terpikir bahwa kisah-kisah tersebut sebetulnya bercerita tentang diri kita?

The Quran does not speak to people of a particular time, it speaks to the timeless soul of the human being

(diambil dari buku “Secrets of Divine Love” hal. 94)

Saat Idul Adha yang lalu misalnya, saya sempat melihat beberapa postingan menarik di instagram yang menyatakan bahwa, “Kita semua adalah Ibrahim, yang perlu mengorbankan Ismail-Ismail kita.” Keluarga, jabatan, dan kekayaan yang kita miliki adalah Ismail yang kita cintai, sayangi dan pertahankan. Lalu Allah meminta kita untuk mengorbankan rasa memiliki terhadap hal-hal tersebut, seperti halnya Nabi Ibrahim yang mengorbankan Nabi Ismail untuk mendapatkan rida Allah. Pada akhirnya Allah pun mengganti keikhlasan Nabi Ibrahim dengan pengganti yang lebih baik. Begitulah yang akan terjadi pada kita jika mengikuti apa yang dikisahkan di Al-Quran.

Lalu, tentang Nabi Musa. Nabi Musa, jika ada yang sadar, termasuk nabi yang paling banyak dikisahkan di dalam Al-Quran. Bahkan melebihi Nabi Muhammad. Saat membaca Al-Quran, penting bagi kita untuk mengetahui bahwa setiap ayat itu berbicara kepada diri kita. Untuk itu, salah satu tips nya adalah melepas label yang melekat di diri kita apakah kita muslim atau non-muslim, untuk bisa secara objektif menggali makna nya bagi diri kita. Kisah Nabi Musa sendiri adalah kisah yang sebetulnya menceritakan perjalanan jiwa kita. Yes, manusia itu bukan makhluk bumi. Kita memiliki unsur kasat mata yaitu ruh dan jiwa. Ruh itu adalah rahasia Allah, sedangkan jiwa adalah diri kita yang sebenarnya. Jauh sebelum kita dipersatukan dengan jasad kita dan dilahirkan ke bumi, jiwa kita pernah bersaksi bahwa Allah adalah pencipta kita. Allah memberikan kisah Nabi Musa di Al-Quran untuk menunjukkan perjalanan jiwa yang seharusnya kita lakukan. Ada kisah saat Nabi Musa melakukan perjalanan untuk berguru kepada Nabi Khidir yang ada di Al-Quran surat Al-Kahfi. Di episode tersebut ada tiga rangkaian cerita di mana Nabi Musa tidak bisa bersabar menerima penjelasan Nabi Khidir karena ia belum tahu ilmunya. Hikmah dari tiga pengalaman dalam perjalanan tersebut adalah:

  • Pada saat Nabi Khidir melubangi perahu-perahu nelayan agar tidak dirampas raja yang zalim: Hikmahnya adalah bahwa kehidupan atau kestabilan kita akan “dilubangi” di sisi-sisi yang berbahaya untuk kita agar tidak “dirampas” oleh kehidupan dunia. Oleh karenanya saat kita mengalami hal-hal yang tidak mengenakan/ musibah, bisa jadi malah itu adalah rahmat / pertolongan Allah bagi kita.
  • Pada saat Nabi Khidir membunuh anak kecil: Hikmahnya adalah hawa dan syahwat kita harus dikendalikan. Hawa itu adalah hasrat yang mengarahkan kita kepada kesenangan yang tidak terlihat, seperti hasrat akan kebanggaan. Sedangkan syahwat itu adalah hasrat yang lebih condong kepada penguasaan materi. Hawa dan syahwat itu adalah “anak” dari jiwa dan jasad.
  • Dinding yang ditegakkan: Cerita ini punya makna bahwa manusia itu punya rezeki masing-masing. Kalau jiwanya belum siap (masih anak-anak), rezekinya akan Allah halangi.

Begitulah makna yang terselubung di bagian surat Al-Kahfi yang biasanya kita baca di hari Jumat. Mungkin ini juga salah satu hikmah mengapa kita disarankan membaca Al-Kahfi minimal setiap minggu, karena isi suratnya mengingatkan kita akan perjalanan jiwa kita.

Kisah Nabi Isa juga tak lepas diceritakan dalam Al-Quran. Lagi-lagi, ini juga terkait tentang kita. Adalah rasa sakit yang mengarahkan seseorang melakukan sesuatu. Orang yang tidak memiliki rasa sakit, gairah, dan kerinduan atas sesuatu, tidak akan berusaha mencapai sesuatu tersebut. Ia tidak akan mendapatkan sesuatu itu kecuali dengan merasakan sakit. Baik sesuatu itu berupa kesuksesan di dunia atau keselamatan di akhirat. Jika Maryam (ibunda Nabi Isa) tidak merasakan sakitnya melahirkan, ia tidak akan menuju pohon kurma kering yang diberkahi (seketika pohonnya berbuah; baca surat Maryam: 23-25).

Kisah nabi-nabi yang lain pun menyembunyikan pesan yang sebetulnya ditujukan untuk perjalanan diri kita di dunia ini. Begitu dahsyat dan dalamnya rahasia yang ada di Al-Quran. Agaknya tidak akan cukup umur kita untuk dapat menggali semua makna tersebut, tanpa izin Allah. Oleh karenanya mari kita sama-sama jadi seorang “pencari” Al-Quran. Setiap kata dari Al-Quran akan menemui para pencari secara tepat tergantung dari kondisi spiritual journey-nya. Mudah-mudahan kita selalu diberi rahmat dan rida Allah dalam usaha kita meng-eksplor, menggunakan, dan menjadikan”The True North” ini sahabat di dunia dan setelahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *