… kalimat ini saya dengar pertama kali dari Pa Dimitri Mahayana, waktu berkunjung ke TN sekitar tahun 2005 atau 2006 lalu, ketika saya duduk di bangku kelas 3
Blessing in disguise ini dalam Bahasa Indonesia artinya
“rahmat/berkah yang terselubung”. Jika diartikan secara definisi memang susah, tapi secara praktis artinya:
dalam kondisi tertentu yang kita alami (beberapa dalam kondisi buruk) ada rahmat yang diberikan Tuhan kepada kita dan kita tidak menyadari itu di awal-awal.
Contohnya, saat ada pembagian makanan gratis, kita ngga kebagian, tapi ternyata orang-orang yang makan makanan itu mengalami diare karena makanan tersebut kurang higienis. Kita pun selamat, karena tidak ikut makan.
Contoh lainnya, suatu saat motor yang kita miliki rusak parah. Mau ke bengkel ngga punya uang, akhirnya terpaksa kita perbaiki sendiri. Proses perbaikan tersebut menyita waktu belajar kita, tapi kita jadi hapal seluk beluk motor. Itulah blessing in disguise.
Di semester terakhir (ups, sori, semester ‘ekstensi’ maksudnya) ini saya juga merasakan berbagai BiD (Blessing in Disguise) yang benar-benar memberikan saya banyak pengalaman dan pelajaran. Sebenernya saya ga mau cerita dulu sampai akhirnya saya berada di akhir perjuangan kuliah S1 ini, tapi apa salahnya di share…iya ga? Iya lah ya…
BiD ini berhubungan dengan masa-masa kuliah tingkat akhir saya dan tentunya tugas akhir (TA) saya juga. Dan pastinya banyak sekali BiD yang pernah saya alami, tapi saya hanya menceritakan beberapa…
BiD pertama datang di awal semester genap 2009/2010. Saat itu ada info tentang beasiswa “Summer Research Internship” di NTU. Mendengar info ini saya berpikir, “Ini kesempatan saya buat nambah pengalaman sekaligus mewujudkan mimpi ke luar negeri sebelum lulus.” Akhirnya saya semangat sekali untuk mendapatkan kesempatan ini. Mulai dari ngurusin syarat-syarat administrasinya, seperti membuat paspor, meminta surat rekomendasi, menyusun CV, dan sebagainya. Secercah harapan juga muncul saat surat-surat saya dibalas oleh calon supervisor di NTU-nya. Dari statement yang dia katakan, dia dengan senang hati akan menerima saya sebagai asisten penelitinya nanti. Bahan-bahan buat riset pun udah saya terima via email. Uhh…seneng banget, udah serasa pasti diterima aja. Sesaat saya terbayang mimpi saya untuk menjadi seorang Tunnel Engineer. Soalnya sang calon supervisor ini memang seorang expert di bidang itu, lulusan MIT pula. Nah, siapa tau saya bisa dikasih rekomendasi juga ke MIT dan jadi Tunnel Engineer…bikin subway-subway gitu lah, hehe. Tapi sayangnya, setelah proses penyeleksian administrasi, pihak panitia resmi yang mengurusi program SRI ini tidak menerima aplikasi saya. Yah, sedih deh. Akhirnya saya pun laporan ke mantan calon supervisor tersebut. Saya masih inget pesan terakhir dia (ya iyalah inget, ada di email ko):
Please don’t give up. Keep on enriching yourself and there are still plenty of opportunities such as Masters and PhD studies ahead of you!
Jika saya diterima di program SRI itu, saya akan meninggalkan tanah air selama 2 bulan (Juni-Juli). Nah BiD nya disini:
(cerita lain)
Sejak tingkat 3, saya punya rencana bikin TA yang berkualitas dan aplikatif. Saya ingin TA saya itu memang diapkai nantinya oleh orang lain (bukan buat di
copas tentunyaaa!). Di awal tingkat 4 saya sudah memiliki rencana untuk membuat TA tentang gempa. Makanya dulu saya ngambil mata kuliah
Aspek Kebencanaan dalam Perencanaan juga, alhamdulillah nambah-nambah wawasan tentang gempa dari segi non teknis. Untuk mewujudkan hal itu, saya pun ingin dibimbing oleh dosen, yang menurut saya, terbaik di geotek. Pa MI. Tapi beliau bilang, mulai start TA nya pas semester genap aja. Sekarang-sekarang (semester ganjil) nyantei-nyantei dulu lah… -__-‘.
Semester genap pun datang. Jadilah kami berempat (teman-teman seperjuangan TA) melapor ke Pa MI. Setelah pertemuan resmi pertama tersebut, sebagian besar dari kami kecewa karena ternyata kami tidak dibimbing langsung oleh dosen yang kami favoritkan itu. Sebagai gantinya, asisten-asisten beliaulah yang membimbing kami. Tapi gapapa lah, yang penting tujuan saya tercapai.
Seiring berjalannya waktu (beberapa minggu) saya menyadari, ternyata TA gempa ini (sekilas) terlalu ribet dan setelah dipikir-pikir lebih baik saya ambil tema geoteknik yang lain. Ribet disini maksudnya TA gempa ini ngga sipil banget buat kami yang masih S1, malah lebih ke geofisika atau matematika. Akhirnya saya & Kharis (partner TA tapi bukan juga sih, lebih tepatnya partner seperjuangan TA) pun ganti tema. Kami juga ganti co-pembimbing, jadi di bawah bimbingan Pa Andri. Salah satu asisten Pa MI juga. Pa Andri ini ternyata enak diajak diskusi, syukurlah, kami juga jadi semangat ngerjain TA nya. Dari Pa Andri saya mendapat tema tentang soil improvement, dengan fokus pada proses percepatan konsolidasi menggunakan PVD dan beban vakum (vacuum preloading).
Masih inget kan? Kalau saya ingin TA yang berkualitas dan aplikatif? Nah, untuk TA soil improvement ini saya diberikan bahan-bahan sisa proyek yang pernah dikerjakan Pa Andri. Saat itu saya merasa TA dengan data-data sisa sangat tidak aplikatif. Apa tantangannya mengerjakan ulang suatu pekerjaan yang sebenarnya hasilnya sudah pernah dicari? Tapi nanti saya akan sadar dan membuktikan kalau pernyataan saya dengan tulisan merah tadi adalah salah. Makanya, stay tune ya di artikel ini.
Tapi apa mau dikata, akhirnya saya pun mulai mengulik-ulik data yang diberikan itu. Tiba-tiba sekitar akhir Mei saya dihubungi Pa Andri untuk bisa ikut meninjau proyek vakum di Pantai Indah Kapuk (PIK), Jakarta. Proyek yang cukup sophisticated untuk bidang geoteknik ini dilakukan oleh partner proyek-nya “Rumah C”. Ayoo…ada yang tau ga dimana Rumah C berada? Wah, keren banget lah proyeknya. Dengan metode vakum ini, hanya dalam waktu 3 hari penurunan konsolidasi tanah bisa mencapai 10 cm ! Wow…amazing!
BiD Pertama
Nah, BiD-nya… akhirnya saya diputuskan mengganti data TA saya dengan data penelitian vakum di PIK itu. Akhirnya keinginan untuk melakukan TA yang berkualitas dan aplikatif sudah ada dalam genggaman tangan saya! Inilah BiD pertama dalam artikel ini. Saya membayangkan, jika saya lolos program SRI, kemungkinan besar saya tidak pernah merasakan proyek vakum ini. Tidak pernah merasakan bagaimana rasanya jadi konsultan sipil. Rapat bolak-balik ke Jakarta, bertemu klien-klien yang memiliki karakteristik unik. Dan tentunya TA saya akan terbengkalai.
Ini nih lahan penelitian vakumnya…
Batas laut Jakarta Utara, calon area reklamasi
TA ini sangat menantang. Dari TA ini saya akan membandingkan efektivitas metode konsolidasi. Dan dengan data TA yang aktual, bisa berpotensi untuk masuk jurnal ilmiah pula. Saya sebenernya ingin bercerita lebih detail tentang TA saya ini. Tapi kaya’nya di edisi lain aja ya…lagian belum selesai juga. 🙂
BiD Kedua
Tapi ternyata untuk menyelesaikan TA ini, saya juga harus menunggu hingga penelitiannya selesai, sekaligus mengikuti progress penelitian itu. Alhasil, meskipun semester ini hanya mengambil 13 SKS (aktualnya sih 9, dikurangi 4 SKS TA) dan saya sudah mempelajari teori-teori vakum dari akhir Februari, saya tidak dapat menyelesaikan TA ini sebelum Juli. Saya tidak bisa lulus bulan Juli 2010!
Namun, di suatu malam, saat Latgab Pagelaran 2010 berlangsung, seorang kakak kelas di ITB menawarkan kepada saya untuk ikut survey proyeknya di Kalimantan. Akhirnya dengan beberapa pertimbangan, di samping sedang menunggu data TA, saya pun ikut survey proyek ini.
Woow…my second BiD. Inilah pengalaman pertama saya terbang keluar Pulau Jawa. Menikmati pengalaman 4 hari di wilayah Kalimantan Selatan. Merasakan menjadi surveyor engineer. Mengagumi ciptaan Allah yang sungguh luar biasa di sepanjang perjalanan.
My first flight from CGK
Uji sondir di Tanjung, Kal-Sel
BiD Ketiga
Saya pun ikut mengerjakan proyeknya kakak kelas tadi. Bagian pekerjaan sipil. Waah, ternyata banyak banget kerjaannya. Mulai dari struktur rumah, pondasi, dinding penahan tanah, perencanaan grading, desain geometri jalan, dan kolam retensi. Bener-bener pekerjaan 5 KK (kelompok keahlian) teknik sipil di bawah
FTSL. Tapi saya malah bersyukur, akhirnya mendapat kesempatan untuk membuktikan kalau saya adalah calon insinyur sipil, bukan hanya calon insinyur geotek semata. Alhamdulillah, ini memang
passion saya. Jadi saya ngerjainnya semangat juga.
Di proyek ini, saya ‘terpaksa’ mempelajari software yang namanya AutoCAD Land Desktop & Civil Design-nya. Software ini berguna untuk membuat perencanaan grading kawasan, topografi, dan perencanaan jalan. Sebenarnya masih banyak lagi sih fitur-fitur yang bisa kita manfaatkan. Selain itu saya juga mendalami lebih jauh tentang MapInfo dan hal-hal seputar surveying.
Mengerjakan pekerjaan-pekerjaan lain bersama tim sipil, tim TL, tim arsitek, dan tim M/E pun memberi saya banyak wawasan baru. Inilah BiD ke-3 saya.
Nah, mengenai tulisan saya yang warna merah di atas… Dengan mengerjakan proyek ini, saya jadi lumayan paham tentang filosofi TA S1. Ini bukan masalah bekas atau tidaknya proyek TA yang diberikan, tapi masalah proses pengerjaannya. Meskipun TA kita berdasarkan data-data yang sudah dikerjakan, yang penting kita bisa mengerti proses pengerjaannya. Dengan catatan, hasilnya bukan copas dari pekerjaan sebelumnya.
Selain itu, titel engineer yang akan didapat pun harus kita perhatikan. Bagi mahasiswa-mahasiswa yang kuliah di jurusan teknik, sudah sepatutnya saat lulus nanti dituntut untuk bisa mendesain. Karena, teknik=rekayasa=memecahkan persoalan masyarakat, dan itu kebanyakan dengan cara ‘mendesain’.
Software baru yang saya kuasai karena ‘terpaksa’. Alhamdulillah it gives me more BiD
BiD Keempat
Dari BiD-BiD yang saya dapat sebelumnya, BiD ini yang saya rasa pengaruhnya sangat besar dan sustainable. Hmm…saya agak susah nih ngejelasinnya. Saya mau minjem salah satu quote yang saya dapet dari status di facebook, facebook itu punya temen saya, namanya Gita, nah katanya dia dapet quote itu dari ibunya. Jadi, officially ini quote dari ibunya Gita. Tapi saya juga lupa lengkapnya, makanya saya modif aja deh:
Menjalani kehidupan itu bagaikan berada di dalam bingkai, batas atasnya adalah syukur dan batas bawahnya adalah sabar.
Maksudnya gini:
Saat kita sedang berada di puncak-puncaknya (lagi jaya di buana…), kita harus batasi itu dengan rasa syukur. Sehingga terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti menjadi sombong dan tamak. Sebaliknya saat kita sedang berada di kondisi paling bawah/sedang terpuruk, kita harus bersabar. Sehingga terhindar dari kufur nikmat. Bingkai dengan batas-batas seperti itu adalah bingkai keimanan.
Nah, dari pengalaman naik turun saya di tingkat 4 dan tingkat ‘ekstensi’ ini, saya mendapatkan BiD tentang cara memandang dan menjalani hidup ini. Menurut saya, blessing dari Tuhan itu ada dimana-mana. Tegantung bagaimana cara kita memandang hidup ini. Jika kita memiliki ‘bingkai’ yang benar, tidak akan ada yang namanya putus asa dalam berikhtiar. Tidak pernah ada kata gagal, yang ada hanyalah kesuksesan yang tertunda.
Yap, sekian dulu sharing-sharing dari saya. Sampai jumpa di artikel berikutnya.
Sampai tulisan ini dibuat, saya masih berstatus sebagai mahasiswa S1 dengan sisa 4 sks bernilai T. Mohon doanya ya, agar saya dapat menyelesaikan kewajiban akademik terakhir ini dengan lancar.
“Bagi kami cukup Allah saja pelindung yang baik bagi kami, tempat berserah diri yang baik bagi kami, dan penolong yang baik bagi kami.”
(Doa ‘tawakal setelah berusaha secara optimal’
, Sumber: DOA; karya: Dr. Miftah Faridl)
Di depan tugu asma-asma Allah di Martapura, Kal-Sel
berkah dalam penyamaran..lebih sering ga nyadar pas dapetnya,,,
iya kang,dan sayang kalau kita ngga bersyukur pas ngga nyadar itu..
Inspiratif sekali tulisannya