Di surat At-Tin, Allah mengatakan bahwa manusia itu dibuat dengan bentuk sebaik-baiknya. Kemudian kita akan dikembalikan ke tempat serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh, mereka akan mendapat pahala yang tidak ada putus-putusnya.
Sebuah keniscayaan bahwa suatu saat dalam episode hidup kita, kita akan berada di titik paling rendah. Mungkin saat itu kita akan merasa terhina, sedih, malu, menyesal, takut atau bahkan menyalahkan. Tapi, ada satu kemungkinan lagi yang akan kita rasakan (atau, dapat kita pilih untuk rasakan): rasa syukur akan anugerah dari kondisi yang dialami tersebut.
Skenario menuju titik terendah itu, bisa jadi berbeda-beda untuk masing-masing manusia. Bisa perlahan, bisa instan. Saat kita merasa akan jatuh, bisa jadi kita menyangkal akan kenyataan yang ada. Atau di kasus lain, kita akan melakukan ikhtiar terbaik kita dan doa terbaik kita agar kita tidak jatuh. Namun, jika semua sudah menjadi kehendak-Nya. Apa lagi yang bisa kita lakukan? Apakah tetap megap-megap menolak untuk tenggelam ke palung terdalam hidup kita? Atau berlecet-lecet berusaha meraih akar-akar pohon yang tersisa di pinggir lereng saat meluncur kejurang hidup kita?
“Hasrat untuk mengubah apa yang terjadi dan bagaimana kita mengalaminya harus dipasrahkan. Kita dihadapkan pada sebuah pengalaman yang intens, dan kita hanya bisa berkata ‘ya’ untuk mengalaminya”
(Healing and Recovery, David Hawkins hal. 245).
Saat semua usaha dan doa sudah dilakukan, dan pada akhirnya terjadi pengalaman tidak mengenakkan/musibah/bencana yang tidak bisa kita kontrol, hanya satu yang perlu kita lakukan: terjun.
Berusaha menerima kondisi kita dengan “terjun” atau pasrah akan mengantarkan kita ke titik paling rendah. Lalu apa yang terjadi kemudian?
Kita akan merasa kecil dan tidak berdaya. Dengan kondisi seperti itu kita akan merasa dan sadar kalau kita membutuhkan pegangan dan pertolongan dari kekuatan yang lebih besar, Maha Besar. Allahu Akbar. Itulah esensi dari bencana/musibah yang menimpa kita: kepasrahan total. Dengan kepasrahan tersebut pada akhirnya akan mengantarkan kepada kesadaran bahwa ada sebuah aspek hidup dalam diri kita yang bisa bertahan dalam kesulitan-kesulitan ini dan dengan pertolongan Allah kita bisa kembali naik dan keluar menjadi seseorang yang lebih kuat. Di situlah tujuan akhir yang perlu kita bayangkan dan pahami sehingga bisa melihat bencana / musibah ini sebagai anugerah.
Permalink
Permalink
Permalink