Saya sempat punya rencana untuk menulis tulisan tentang cara berduka ini, tapi terlupakan dan teringat lagi setelah melihat postingan di instagram @bapak2id semalam. Di postingan tersebut ada yang mengalami kondisi berduka karena kehilangan orang yang dicintainya dan bertanya bagaimana “cara berduka.” Alhamdulillah, saya sempat dapat ilmu tentang ini lewat coach Indra Noveldy. Saya dikenalkan pada yang namanya periode berduka (grief cycle*) yang kurang lebih alirnya seperti gambar di bawah ini.
*di sini saya sebut “periode”, bukan “siklus” untuk memberikan sugesti positif agar masa berduka ini dapat dilewati, bukan terulang-ulang meskipun pada kenyataannya kita akan mengalami banyak tantangan hidup
Dari diagram di atas, orang yang berduka akan mengalami fase-fase seperti di bawah ini:
- Terkejut dan berusaha menolak (shock and denial) –> biasanya merasa bingung, menolak, takut, menyalahkan, mati rasa
- Marah (anger) –> merasa frustasi, gelisah, kesal, malu
- Depresi –> titik terendah dan merasa tidak tertolong, tidak punya gairah hidup
- Berkompromi (dialogue and bargaining) –> ini mulai masa-masa naik kembali, bisa mulai bercerita dan berusaha mencari makna dari apa yang telah terjadi
- Menerima –> sudah bisa melihat dan memiliki pilihan dan rencana-rencana baru, menjadi berdaya, mendapatkan makna hidup
Apakah orang yang berduka harus selalu mengalami fase-fase tersebut? Tidak selalu. Jika bisa ditangani dengan baik, saat berduka kita bahkan bisa menghindari fase depresi. Jadi bisa saja kita lompat dari Fase 1 ke Fase 4, atau bahkan 5. Lalu, bagaimana caranya?
Saat mengalami kejadian yang tidak diinginkan, di mana kita tidak memiliki kontrol atas itu, pasrahkanlah. Saya pernah menulis tentang kondisi tersebut di artikel Terjun ini. Lalu saat kita mulai berduka, amati diri kita sendiri dan akui perasaan-perasaan yang muncul. Rasa sedih, kesal, marah, sakit hati, perlu kita amati dan kita akui. Jangan ditolak (deny) atau kita alihkan dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain yang menyibukkan kita, atau bahkan yang lebih parah mematikan rasa (berusaha menjadi seperti robot). Rasa yang muncul ini perlu kita sembuhkan (healing).
Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Allahumma ajirnii fii mushiibatii wakhluf lii khairamminhaa.
Sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kembali kepada-Nya. Ya Allah berilah kami pahala dalam musibahku ini dan berilah pengganti yang lebih baik.
Doa ketika menghadapi musibah (Hadits Riwayat Muslim)
Setelah kita tahu rasa-rasa yang muncul, mulailah melepaskan (release) perasaan tersebut. Sedikit demi sedikit. Ini butuh waktu. Mungkin bisa pergi ke pantai atau ke gunung, untuk membuang perasaan tersebut. Orang yang kita cintai mungkin sudah pergi, kita tidak bisa melakukan apapun untuk mengembalikannya. Yang bisa kita lakukan adalah berkompromi dengan kenangan-kenangan yang tersisa. Kalau ingat kisah di novel Harry Potter, ada cerita di mana Harry dan kawan-kawan perlu menghancurkan hocrux-hocrux Voldemort. Ini serupa dengan apa yang kita alami saat berduka. Hancurkanlah hocrux-hocrux yang akan membuat hidup kita merana. Caranya tergantung pada setiap orang, kita bisa coba ngobrol dengan ombak dan lautan, atau dengan udara dan angin (Letting Go Prayer). Atau…lakukan saat shalat. Shalat adalah penyembuh diri. Saat tangan dan kening kita menyentuh tempat sujud, itulah saat-saat grounding (bisa baca: Shalat Sophisticated). Minta ampunlah dan biarkan emosi-emosi negatif tumpah ruah dan mengalir keluar tubuh kita.
Lalu, jagalah agar pikiran kita tetap sadar untuk mencari makna dibalik kejadian yang menyebabkan duka ini (mindfullnes). Berusahalah mencari hikmah-hikmah yang ada di balik setiap kejadian. Bagi seorang muslim yang membaca Al-Fatihah setiap hari, di ayat terakhir, “…an amta alaihim” kita meminta Allah memberi jalan yang penuh nikmat. Ini juga bermakna bahwa kita meminta bisa menikmati sesuatu yang diinginkan dan yang tidak diinginkan (baca: Menjemput nikmat dengan syukur dan sabar). Untuk referensi, silakan juga baca buku yang sering dirujuk dalam hal pencarian makna ini: Man’s Search for Meaning karya Viktor Frankl. Jika sudah bisa memaknai kejadian yang dialami, yakinlah bahwa kita sedang dibekali Allah SWT suatu hikmah yang akan berguna di kehidupan kita yang akan datang.
Terakhir, Be Positive! Berduka ini tidak hanya dirasakan oleh kita. Semua orang pernah berduka. Dan, ingatlah bahwa Rasulullah Muhammad SAW pun pernah berduka. Contohnya, saat beliau ditinggalkan terlebih dahulu oleh Khadijah RA dan pamannya Abu Thalib. Bahkan Allah SWT memberikan Isra Mi’raj untuk beliau setelah kejadian tersebut. Jika kita bisa merenung, fase-fase kehidupan beliau adalah miniatur kehidupan kita juga nantinya.
Referensi bacaan jika ingin explore lebih dalam tentang healing, depresi, pencarian makna:
- Healing and Recovery karya David R. Hawkins
- Letting Go karya David R. Hawkins
- Loving the Wounded Soul karya Regis Machdy
- Man’s Search for Meaning karya Viktor Frankl
P/S Oia, di postingan ini saya kasih featured image bunga matahari yang saya ambil dari daerah yang luluh lantak kena tsunami di Minami Sanriku tahun 2012 yang lalu. Foto ini sengaja saya buat kontras warna kuningnya untuk menggambarkan betapa semua makhluk hidup punya daya untuk bangkit dari cobaan yang menimpanya. Sedahsyat apapun.