11 Tahun di bidang Teknik Sipil

Setiap orang itu dimudahkan untuk apa dia diciptakan

Malam ini ngga sengaja saya lihat memories foto-foto temen dari Facebook dimana tepat 11 tahun yang lalu, tanggal 27 April saya diwisuda dari ITB. Sejak saat itu saya resmi jadi Sarjana Teknik.

Sebagian wisudawan April 2011 T. Sipil ITB

Alhamdulillah sebelum wisuda saya sudah ditawari untuk bekerja di salah satu konsultan di Bandung. Lokasinya juga dekat dengan kampus karena saat itu saya merasa masih ter-attach sama lingkungan kampus dan Bandung. Atau mungkin, masih takut keluar “kandang” ya…haha. Tapi memang ada pengalaman saat KP yang membuat saya agak enggan untuk kerja di lapangan. Jadinya saya memilih bertahan dulu di Bandung sambil nyari-nyari inspirasi…

Mau ngapain saya di masa depan.

Pernah terbersit dalam pikiran saya untuk cari-cari pekerjaan di bidang oil & gas atau pertambangan yang remunerasinya cukup lukratif (bahasa simpelnya: gajinya gede. wkwk). Bidang ini cukup favorit di masa-masa itu. Perlukah saya pergi ke luar pulau untuk itu?

Saat itu Ayah saya menyarankan niatin kerja untuk cari ilmu aja. Atau cari ilmu terus. Saya pun jadi tau kisah tentang Nabi Sulaiman, alkisah, saat itu Allah SWT menawarkan Nabi Sulaiman untuk memilih satu dari tiga hal: kekayaan, kemasyhuran, atau ilmu pengetahuan. Nabi Sulaiman memilih yang terakhir dan dia dapet semuanya.

Sebetulnya sebelum lulus saya juga sempat membantu senior saya untuk ngerjain proyek perumahan di Kalimantan. Pengalaman yang sangat berharga buat saya dan itu juga jadi kali pertamanya saya untuk pergi pakai pesawat saat ikut melihat site.

Di pekerjaan yang baru setelah lulus ini pun saya jadi sering terbang ke Pulau Sumatera. Sebagai orang yang baru lulus dari Teknik Sipil, dosen saya pernah berkata bahwa sebaiknya saya banyak mereguk ilmu di lapangan. Betul juga sih, soalnya bidang sipil itu perlu punya sense di lapangan sebelum bisa merancang atau membangun struktur yang diperlukan. Saya juga bersyukur dapat kesempatan untuk kunjungan dan bekerja langsung di lapangan meskipun di perusahaan konsultan. Alhamdulillah.

Setelah setahun kerja, saya melanjutkan kuliah di Tokyo, Jepang. Alhamdulillah saat itu saya dapat beasiswa dari MEXT (Kementerian Pendidikan Jepang) setelah sekali gagal dan beberapa kali gagal mencari beasiswa yang lain. Saat wawancara saya mengatakan dengan mantap kalau alasan saya untuk melanjutkan sekolah adalah demi untuk menjadi profesor di bidang geoteknik. Ini salah satu tips yang pernah diberikan senior saya untuk berhasil lolos tahap wawancara. Hehe.

Tapi sebetulnya alasan tersebut sudah tertanam jauh sebelum itu. Dulu sekali saat kelas 3 SMA, saya pernah mengalami masa-masa bimbang tentang cita-cita. Cita-cita saya yang dari kecil ingin jadi tentara digoyahkan dengan argumen orang tua saya yang bilang kalau, “Mengabdi pada negara itu ngga harus jadi tentara.” Lalu ayah saya memperlihatkan foto-foto guru besar ITB. Kalau bisa jadi pengajar, ngga hanya mengabdi tapi kita juga bisa dapat pahala jariah lewat ilmu yang disampaikan.

Mendekati akhir masa studi S2 saya, saya melihat sebuah kesempatan untuk dapat bekerja di luar negeri. Saat itu saya berpikir lagi bahwa saya masih perlu pengalaman di lapangan sebagai seseorang yang bekerja di bidang teknik sipil. Akhirnya sampai sekarang saya bekerja di perusahaan konstruksi (kontraktor). Dari journey saya selama ini ditambah beberapa kejadian yang saya alami belakangan, saya mau meng-highlight my 11 Years in Civil Engineering sebagai berikut:

  1. Mencari ilmu itu adalah alasan terbaik untuk digunakan saat kerja, saat sekolah, atau bisa juga dipakai pada situasi kapanpun. Secara profesional, kita perlu meningkatkan terus kompetensi kita dengan belajar dari cara memecahkan masalah teknis, konflik, dan manajemen. Mencari ilmu juga salah satu alasan untuk menghilangkan rasa bosan di pekerjaan. Coba untuk eksplor dan mencari hal-hal baru dari pekerjaan kita sehari-hari, demi ilmu.
  2. Pentingnya jadi orang yang adaptif. Setelah lulus dari perkuliahan dan memasuki periode bekerja, kita akan mendapatkan tantangan-tantangan yang mungkin di luar kompetensi kita. Jangan excuse untuk menolak lingkungan/masalah baru tersebut. Tapi kita perlu belajar cari solusinya. Contohnya, saya dulu mengambil peminatan Geoteknik, namun saat bekerja saya menghadapi masalah desain yang membutuhkan pengetahuan di bidang hidrolika dan struktur, misalnya. Solusinya hanya satu: belajar. Karena tidak ada masalah yang bisa dipecahkan tanpa ilmu pengetahuan. Itu bisa dari tanya2 teman, atau otodidak. Satu hal yang mendukung ini juga, kita perlu punya persepsi bahwa segala macam ilmu pengetahuan yang kita dapat itu akan berguna. Soon or later. Ilmu itu sesuatu yang mulia, yang didapat dengan usaha. Misal kita sekilas belajar tentang kimia. Mungkin suatu saat nanti ada masalah yang membutuhkan pengetahuan tersebut (contoh di bidang saya: memahami proses korosi tulangan, atau mencari solusi menurunkan panas hidrasi dari mass concrete) .
  3. Kumpulkan referensi dan network. Masih terkait bagian akhir di poin 2 di atas. Kita belajar dari mana saja. Bisa dari bangku sekolah, webinar, atau dari brosur supplier. Suatu saat nanti semua itu akan kita butuhkan. Saya punya kebiasaan untuk ngesave berbagau macam attachment di email saat diskusi. Atau dulu dari mailing list yang pernah saya ikuti. Semua koleksi saya itu ternyata berguna saat saya perlu cari solusi. Hal lain yang serupa adalah networking. Jangan lupa untuk berkenalan dan menjalin hubungan dengan orang-orang yang kita temui. Everything happen for a reason. Pernah suatu saat saya mengalami masalah pelik di lapangan. Tapi saya yakin pasti dari sekian ratus engineer yang ada di Head Quarter, ada yang pernah mengalami masalah seperti saya dan tahu solusinya. Akhirnya saya mengehubungi seseorang yang pernah bergabung di proyek tender yang singkat. Dan dia bisa membantu saya. Pada hakikatnya setiap orang itu sangat senang kalau di recognise expertise nya dan dia akan senang kalau bisa membantu memecahkan masalah. Hasil karya di bidang teknik sipil (dalam hal ini infrastruktur) adalah kolaborasi dari banyak orang. Jadi jangan ragu untuk meminta bantuan atau membantu orang. Tidak perlu terlalu berhasrat untuk mendapatkan kredit bagi diri sendiri.
  4. Mencari jati diri. Kita perlu cek diagram Maslow. Ada di level mana kita sekarang? Apakah di level memenuhi kebutuhan primer, mencari kehormatan/pengenalan atau sudah di level aktualisasi diri. Aktualisasi diri itu bisa jadi kondisi yang mendekati jati diri, atau misi hidup kita, untuk apa kita diciptakan ke muka bumi ini. Kita perlu secara sadar untuk menargetkan naik level di diagram Maslow kita. Saya baru lihat salah satu story senior saya yang mengatakan, untuk sadar akan kebutuhan mengupgrade diri aja udah jadi sebuah karunia. Ini juga termasuk kesadaran untuk terus menaikkan level kita menuju proses aktualisasi diri. Salah satu hints nya adalah kita melakukan pekerjaan dengan “hati bernyanyi”. Tapi saya juga belum tahu apa misi hidup saya. Saya masih mencari juga. Mungkin mengarah dari pengalaman dan bidang yang saya geluti sekarang, sesuai dari puzzle-puzzle hidup yang audah saya kumpulkan.
Sumber: https://commons.m.wikimedia.org/wiki/File:Maslows-Hierarchy-of-Needs-1.png

Highlights nya ngga teknik sipil banget ya. Lebih ke renungan dan hikmah hidup. Kalau mau bahas teknis akan banyak sekali. Hehe.

11 years down, more years to come.

Pinggir tol Cipularang, 30 April 2022 (mobil mogok) tapi, Alhamdulillah ala kulli haal. Saya bisa menyelesaikan tulisan yang dimulai dari 3 hari yang lalu.

1 Comment on "11 Tahun di bidang Teknik Sipil"


  1. Wah..selamat mudik dan kumpul sm keluarga kang..
    Selamat kang..lama jg y udh 11 taun..
    Wkwkwk..pdhl tdnya mw sy tanyain ini setelah lebaran bwt referensi..tp dr penjelasannya udh lbh dr cukup bwt sy mikir apa yg mw sy lakuin..
    Makasih kang..nice to read your stories..meaningful and insightful..as always..

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *