Maka ke manakah kamu akan pergi?

Dalam seminggu terakhir ini ada dua orang dari keluarga saya yang dipanggil kembali oleh Sang Pencipta. Yang pertama, adalah sepupu saya (Teh Ine) di Jakarta yang kakek/neneknya adalah saudara kakek/nenek saya. Beliau meninggal karena Covid 19. Lalu, kakek saya di Bandung (Akung) yang telah saya kenal selama 6 tahun ini. Mereka berdua dipanggil di hari yang sama, pada tanggal 8 Mei 2021, di malam bulan Ramadhan. Mudah-mudahan amal ibadah mereka diterima Allah SWT, diberikan ampunan dan diberikan tempat yang baik. Amin Ya Rabbal Alamin.

Saya pernah membaca kalimat hikmah yang mengatakan bahwa “kematian adalah pelajaran yang paling baik.” Lalu, pikiran saya pun melayang ke sebuah ayat dari Al-Quran surat At-Takwir yang berbunyi, “Fa aina tadzhabuun.” Yang artinya, “Maka, ke manakah kamu akan pergi,” or, “Then where are you going?”

Sepertinya ayat ini sedang bervibrasi menarik perhatian saya, atau saya yang bervibrasi menarik ayat ini muncul dalam pikiran saya. Karena, berminggu-minggu sebelumnya saya sempat membaca artikel dari Prof. Nasaruddin Umar dengan judul yang sama di sini. Saya kebetulan membaca itu karena sedang browsing mengenai profil beliau sebagai penulis buku Salat Sufistik yang saya baca dan saya ulas di postingan ini. Lalu, selepas pulang dari pemakaman sepupu saya di Tanah Kusir, saya sempat berdiskusi dengan bapak saya mengenai ayat ini. Dan akhirnya, di malam Ramadan terakhir, imam salat tarawih di Masjid Al-Azhar membacakan surat At-Takwir ini.

Seperti yang diulas Pak Nasarudin Umar di artikelnya, ayat ke-26 surat At-Takwir ini sangat perlu kita renungkan dikarenakan keunikannya. Kalau saya boleh mendeskripsikan kesan yang saya tangkap saat membaca ayat ini adalah, seolah-seolah saya sedang mengemudikan kendaraan, menikmati pemandangan di kiri kanan yang indah, eh, tiba-tiba ada gejlikan dan ayat ini muncul. Ayat ini membentuk kalimat pertanyaan namun tidak mengharapkan jawaban, melainkan meminta renungan.

Kembali kepada kesan yang saya tangkap, ada dua pertanyaan pelengkap selanjutnya: Pertama, “ke manakah kamu akan pergi,” menanyakan apakah kamu (kita) akan terus di dunia ini ataukah kamu akan dikembalikan menghadap Sang Pencipta? Kedua, apakah kamu akan termasuk ke dalam golongan kanan (orang-orang yang menerima catatan amal mereka dengan tangan kanan –> dijelaskan di Al-Quran Surat Al-Waqiah) atau golongan kiri (sebaliknya). Yang dapat disimpulkan dari ayat ini adalah, kita diingatkan bahwa kita akan mati, dan apa yang kita lakukan di dunia ini akan dimintai pertanggungjawabannya. Oleh karena itu kita perlu hati-hati dan memilih (serta memohon) jalan orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah SWT.

Melalui ayat ini dan peristiwa yang saya alami di seminggu terakhir ini, saya bersyukur masih bisa diingatkan akan tujuan hidup di dunia ini. Mungkin kita sudah terlalu sibuk mengejar apa yang tidak terkejar. Berlari ke tujuan yang bukan tujuan sesungguhnya. Namun, pada akhirnya raga kita akan berhenti berfungsi, ruh kita dicabut, orang-orang menyolati kita dan mengantarkan ke liang kubur. Saat pengantar terakhir meninggalkan kubur kita, disitulah jiwa kita akan mulai ditanya-tanya. Entah berapa lama waktu yang harus dihabiskan untuk mempertanggungajwabkan apa-apa yang telah kita perbuat di dunia ini. Mudah-mudahan, jauh sebelum itu terjadi kita sudah berhasil menjawab dan menindaklanjuti dengan istiqomah atas pertanyaan, “Maka, ke manakah kamu akan pergi?”

TPU Tanah Kusir, 9 Mei 2021. Di latar belakang, adalah gedung-gedung tempat kita tinggal. Tapi jangan lupa untuk menyiapkan bekal menuju tempat peristirahatan terakhir kita.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *