Mencari Tafsir Al Azhar

Setelah saya membaca biografi Buya Hamka yang ditulis oleh Ahmad Fuadi, saya tertarik untuk menyelami “karya terakhir” Buya Hamka. Dahulu saat SMP atau SMA, saya hanya tahu bahwa karya Hamka berupa roman-roman yang selalu menjadi bahan bahasan di pelajaran Bahasa Indonesia. Karena, tidak dipungkiri, Hamka adalah salah satu legend sastrawan kita. Ternyata di buku biografi Hamka yang saya baca, di akhir hayatnya, beliau menulis sebuah karya yang beliau anggap itulah tujuan ia hidup di dunia ini. Dan setelah menyelesaikan karya tersebut, beliau siap untuk “dipanggil” Allah SWT. Karya terakhir itu adalah Tafsir Al Azhar.

Sejak itu saya berusaha beberapa kali mencari buku yang dimaksud. Sempat saya coba cari di rak-rak buku di Masjid Agung Al Azhar, tapi saya tidak berhasil menemukannya. Akhirnya saya menemukannya di tokped, yang bukunya dicetak oleh Gema Insani Press. Namun harganya lumayan. Saya coba cari apakah ada di perpustakaan-perpustakaan. Tapi nihil juga. Lalu, saya menemukan link ini. Di sana ada versi softcopy dari buku tafsir Al Azhar karya Buya Hamka yang dicetak oleh penerbit di Singapura di tahun 1989. Wah, ternyata karya beliau bahkan sampai ke negeri sebrang. Masya Allah.

Saya agak deg-degan saat membuka filenya, kalau-kalau semuanya diterjemahkan ke Bahasa Melayu. Berdasarkan pengalaman, meskipun satu rumpun, kadang saya tidak bisa memahami kalimat-kalimat dalam Bahasa Melayu. Namun ternyata, hanya pengantarnya saja yang ditulis dalam Bahasa Melayu. Isi tafsirnya masih dalam Bahasa Indonesia. Jadi, bisa kita pahami. Dan, menurut saya akan jadi PR berat kalau tafsir tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Tafsir Al Azhar yang saya dapat itu ada 10 Jilid. Dan 1 jilid terdiri dari beratus-ratus halaman (di atas 700 halaman)!

Membaca tafsir Al Azhar ini sungguh tidak membosankan. Meskipun isinya sangat tebal, Hamka menulisnya dengan gaya penulisan yang mengalir. Mungkin inilah hikmah mengapa di awal karirnya, Hamka menjadi penulis di koran, majalah, dan menulis novel-novel atau roman. Pada akhirnya skill ini membantu untuk menuliskan tafsir dari Al Quran sehingga mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia.

Dengan membaca tafsir Al Azhar ini, kita bisa melihat wawasan Hamka yang luas. Tidak jarang, ayat-ayat Al Quran yang ditafsirkan, diberi tambahan informasi-informasi dari Hadis, riwayat-riwayat, sejarah dunia dan bahkan informasi-informasi terkait di zaman kita sekarang. Sehingga konteksnya mudah dipahami oleh pembaca yang awam seperti saya.

Dari tafsir Al Azhar ini pun saya merenungi takdir hidup Hamka, untuk apa ia dilahirkan dan tumbuh di Nusantara (terkait tulisan terakhir saya tentang ulang tahun kemerdekaan Indonesia di sini). Dulu Hamka sempat berlayar dan menetap di Arab Saudi. Sempat beliau menjadi pegawai di sebuah percetakan buku di mana beliau dengan mudah mendapatkan akses untuk membaca kitab-kitab yang akan menambah wawasannya. Gaji pun lumayan bagus. Makanan dijamin. Namun pada akhirnya beliau memutuskan kembali ke tanah air, setelah mendapatkan petuah dari Haji Agus Salim dan mungkin hasil perenungannya juga. Tiba di tanah air, beliau mendapatkan banyak tantangan dalam hidup: masalah finansial, berjuang di zaman penjajahan Jepang, hingga dicap pengkhianat oleh bangsa sendiri dan dijebloskan ke penjara. Namun pada akhirnya, dengan keberadaan beliau di tanah air, beliau menelurkan karya-karya yang menjadi penyejuk dan pendidik rakyat Indonesia. Dan sepertinya Hamka sudah mendapatkan makna dan tujuan hidupnya. Wallahualam. Semoga amal jariyah selalu mengalir dan tercurah pada Buya Hamka. Dan semoga kita juga dapat memanfaatkan ilmu-ilmu yang sudah disarikan oleh beliau dan dapat meneladani kisah hidupnya juga. Aamiin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *